KONSEP DASAR
HEPATITIS C
A. Pengertian
1.
Menurut Harnawatiaj :
a.
Hepatitis adalah suatu
peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti : kimia atau obat atau
agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
b.
Hepatitis adalah keadaan
radang/cisera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alcohol
(Patofisiologi untuk keperawatan, 2000; 145)
2.
Hepatitis merupakan semua
jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai
dari virus sampai dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional. Virus
hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, B,C, D, E, F, dan G.
3.
Penyakit Hepatitis C adalah
penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus).
Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk
menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.
4.
Hepatitis C adalah penyakit
infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang selama puluhan tahun dan
perlahan-lahan merusak organ hati (lever). Biasanya orang-orang yang menderita
penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit ini,
karena memang tidak ada gejala-gejala khusus.
4.
B. Etiologi
Menurut Soemohardjo dan Gunawan (1999:1),
penyebab hepatitis C adalah virus hepatitis tipe C, agen hepatitis C berupa
virus dengan ukuran 50 nm (nano meter). Masa inkubasinya sangat bervariasi, 2 -
26 minggu, bisa juga lebih.Dua puluh tahun lalu, VHC lebih dikenal sebagai
virus non-A, non-B (penyakitnya pun lalu disebut hepatitis non-A, non-B). Baru
pada tahun 1989 virus ini diidentifikasi dan pada tahun 1990 tes antibodi
(anti-VHC) mulai dilakukan di seluruh dunia guna membantu menyingkap penderita
hepatitis C ini.
Penularan VHC pada dasarnya sama
seperti VHB, tapi dalam kenyataan di negara berkembang seperti Indonesia, VHC
tidak hanya ditemukan di lingkungan masyarakat dengan tingakt sosio- ekonomi
lemah, tetapi di semua lapisan masyarakat. "Selain faktor higienitas,
tertukar atau saling pinjam barang pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi,
dapat menjadi penyebab lain, walaupun penularannya tidak semudah virus hepatitis
B," tambah Sulaiman.
Virus Hepatitis C sangat pandai
merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe
utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50
subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa
tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat
membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa
parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi
genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.
C. Patofisiologi
Hati merupakan salah satu target
organ virus hepatitis pada manusia. Diduga hati merupakan tempat utama bahkan
mungkin tempat satu-satunya bagi replika virus hepatitis.
Menurut Underwood (1999), mula-mula
virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik yang terletak
pada membran sel hepar. Setelah perlekatan tersebut, virus melakukan penetrasi
dan memasukkan sitoplasma sel hepar. Di dalam sitoplasma, sel hepar virus
melepaskan kapsulnya dan terbentuk nukleo kapsid. Selanjutnya nukleokapdis
menembus dinding sel hati sampai memasuki inti hati tersebut. Di dalam inti sel
hati, asam nukleat virus akan keluar dari nukleokapsid dan menempel pada DNA.
DNA akan merangsang hepar untuk membentuk protein dan asam nukleat bagi virus.
Pada akhirnya terbentuk virus baru dan akibat nekrosis sel-sel hati, maka virus
baru akan dilemparkan ke dalam peredaran darah.
Gejala ikterus pada hepatitis timbul
sebagai akibat adanya obstruksi duktus bilser maupun kerusakan sel-sel
parenkim, sehingga terdapat peningkatan bilirubin direk maupun indirek. Bukti
lain menandakan adanya obstruksi bilser adalah peningkatan serum alkali
fosfatase,s-nukleotidase atau glutamil transpeptidase. Pelepasan enzim-enzim
dari hati yang rusak ke dalam aliran darah ikut menentukan luasnya infeksi.
Transaminase serum digunakan untuk
tujuan ini, SGPT memberi petunjuk lebih khusus dari infeksi sel hati dibanding
SGOT sebab adanya kelainan pada sel-sel lain seperti eritrosit, sel otot
skeletal dan miokard juga menyebabkan peningkatan dari SGOT. Peningkatan waktu
protrombin dapat disebabkan oleh ketidak mampuan sel-sel hati membentuk protein
yang diperlukan bagi pembekuan disertai adanya penurunan absorpsi vitamin K
atau keduanya.
Adanya obstruksi dapat mengurangi
ekskresi garam empedu ke usus halus, dimana biasanya digunakan untuk absorpsi
lemak termasuk vitamin K yang dapat larut dalam lemak.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari semua jenis
hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan
berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing – masing stadium menurut
Arif Mansjoer,dkk (1999) adalah sebagai berikut :
Stadium praicterik berlangsung selama
4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam,
nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
1.
Stadium icterik berlangsung
selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada sklera, kemudian pada
kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih lemah,
anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati
membesar dan nyeri tekan.
2.
Stadium pascaikterik
(rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi.
Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada
akhir bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya berbeda.
E. Komplikasi
1.
Kanker hepatoseluler
2.
Gagal hati
3.
Anemia aplastik
4.
Sitosis
5.
Hepatitis berat
6.
Nekrosis hepatik masif
7.
Status karier (infeksi
virus persisten tanpa gejala)
8.
Penyakit hati kronik (pada
50% pasien dengan hepatitis C)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri dari :
1.
Istirahat
1.Pada periode akut dan keadaan
lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat
mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan kepada mereka dengan umur tua
dan keadaan umum yang buruk
2.
Diet
Penderita juga dianjurkan melakukan diet dengan gizi
seimbang. Makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau berlemak tinggi memang
tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya dibatasi. Demikian juga garam.
Pengurangan konsumsi garam dimaksudkan untuk mencegah akumulasi cairan dalam
rongga peritoneal serta mencegah pembengkakan pergelangan kaki. Penderita juga
tidak dilarang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral sepanjang belum
terjadi kerusakan hati. Untuk mengkonsumsi obat apa pun dan melakukan olahraga,
hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu pada dokter.
3.
Medikamentosa
Seperti VHB, VHC juga dicoba dibasmi dengan interferon
alfa-2b. Dokter biasanya memberikannya seminggu tiga kali selama enam bulan.
Setelah enam bulan diobati, menurut ahli AS, 40% menunjukkan perbaikan kadar
ALT (serum alanine aminitransferase). Namun dari angka tersebut, 60% kambuh
kembali setelah pemberian interferon dihentikan. Jadi, hanya sekitar 10 - 15%
yang benar-benar dikatakan sembuh.
"Timing pemberian interferon harus tepat,"
tegas Sulaiman. "Kalau virusnya sedang 'ngumpet', akan percuma hasilnya.
Jadi, sewaktu dites virusnya sedang aktif (kadar SGOT-SGPT tinggi), bisa
langsung 'ditembak' dengan interferon. Dengan begitu hasilnya menjadi lebih
responsif. Sebab, pada saat tepat ini imun tubuh menyadari bahwa virus sebagai
musuh, bukan teman."
Penderita bisa saja diobati untuk kedua kalinya. Efek
sampingan sementara dari pemakaian interferon antara lain adanya rasa seperti
sakit flu, depresi, sakit kepala, dan nafsu makan berkurang. Efek sampingan
seperti gejala flu ini sebenarnya bisa dikurangi dengan minum obat penurun
panas.
Interferon memang bukan tanpa efek sampingan lain
karena, selain efek sampingan sementara, dikhawatirkan dapat mendesak sumsum
tulang sehingga timbul masalah pada sel darah putih dan platelet (trombosit).
Sebab itu, selagi mendapat pengobatan interferon, jumlah sel darah putih,
platelet, dan enzim hati perlu terus dipantau. Sebenarnya, biopsi hati
(pengambilan jaringan hati tanpa pembedahan) perlu dilaksanakan sebelum
pengobatan, agar tingakt kerusakan hati diketahui dengan tepat.
G Pathway Keperawatan
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK
DENGAN
HEPATITIS C
- PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien hepatitis menurut Doenges, Moorhouse
dan Gessler (1999:534) adalah :
1.
Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai :
a.
Pernahkan menerima tranfusi
darah, infus dan suntikan
b.
Bagaimana kebiasaan makan
sehari-hari. Makan-makanan tertentu (misalnya kerang mentah dari air yang
terpolusi)
c.
Apakah pasien pernah mengalami
infeksi pada saluran pernafasan atas
d.
Apakah ada anggota keluarga
atau lingkungan yang menderita hepatitis.
e.
Kontak dengan individu yang
diketahui menderita hepatitis
f.
Praktik sanitasi yang meragukan
(misalnya minum air yang tidak murni)
g.
Mengkonsumsi obat hepatotoksik
(misal: salisilat, sulfanamid, agens antineoplastik, asetamonifen,
antikonvulsan)
h.
Observasi adanya manifestasi
hepatitis
2.
Pemeriksaan fisik
Data tergantung pada penyebab dari beratnya kerusakan
atau gangguan hati.
a.
Aktivitas atau istirahat
Gejala : terjadi kelemahan, kelelahan, malaise umum.
b.
Sirkulasi
Tanda : terjadi bradikardi (hiperbilirubinemia berat,
ikterik pada sklera, kulit dan membran mukosa.
c.
Eliminasi
Gejala : adanya gejala diare atau konstipasi, feses
warna tanah liat, urine gelap, adanya atau berulangnya hemodialisa.
d.
Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia (nafsu makan hilang), penurunan berat
badan atau meningkat (oedema), mual, muntah.
Tanda : asites
e.
Neurosensori
Tanda : peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.
f.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas, miargia, atralgia, sakit kepala, gatal (pruritis).
Tanda : otot tegang, gelisah.
g.
Pernafasan
Gejala : tidak minat atau enggan merokok pada perokok
h.
Keamanan
Gejala : adanya tranfusi darah atau produk darah
Tanda : demam, urtikaria, lesi mekulopapular, eritema
tak beraturan, eksasebasi jerawat, angioma jaring-jaring, eritema pasmar,
ginekomastia, splenomegali, dan pembesaran nodus servikal posterior.
3.
Pemeriksaan Penunjang
a.
ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
a. Awalnya meningkat.
Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT
merupakan enzim – enzim intra seluler yang terutama berada dijantung, hati dan
jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan
sel hati.
b.
Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM
(gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
c.
Leukopenia
c. Trombositopenia mungkin
ada (splenomegali)
d.
Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel
plasma.
e.
Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
f.
Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
g.
Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar
protein serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada
berbagai gangguan hati.
h.
Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia
(gangguan fungsi hati).
i.
Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel
hati atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis
protombin.
j.
Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis
buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
k.
Tes Eksresi BSP
(Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan
diekskresi. Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi
BSP.
l.
Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
m. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin
hati.
n.
Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air,
ia dsekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005. 2006.
Definisi dan Klasifikasi) :
1.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (melalui muntah dan diare)
2.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhungan dengan malabsorpsi
3.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik (hepatomegali)
4.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan adanya virus hepatitis ( pertahanan primer tidak adekuat)
5.
Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan krisis situasi (anak yang sakit), kurang pengetahuan.
6.
Intoleransi Aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum
- INTERVENSI
Dx 1 : Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (melalui muntah dan diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan
hidrasi yang adekuat.
NOC : Fluid balance, Kriteria Hasil :
1.
Mempertahankan urine output
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
2.
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
3.
Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management,
Aktivitas keperawatan
1.
Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
2.
Monitor vital sign dan status
hidrasi
3.
Monitor status nutrisi dan dorong masukan oral, berikan minum dengan
frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan
normal, pantau haluaran dan turgor kulit.
4.
Awasi nilai laboratorium,
seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
5.
Kolaborasikan pemberian cairan
intravena sesuai terapi.
6.
Atur kemungkinan transfusi
darah
Dx 2 : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan malabsorpsi
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien dapat adekuat
NOC : Status
gizi : Asupan makanan, cairan dan zat gizi
1.
Makanan oral, pemberian makanan
lewat selang atau nutrisi parenteral total
2.
Mempertahankan berat badan
dalam batas normal
3.
Melaporkan keadekuatan tingkat
energi
4.
Toleransi terhadap diet yang
dianjurkan
NIC : Pengelolaan Nutrisi, aktivitas
keperawatan :
1.
Tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
2.
Tentukan makanan kesukaan
pasien
3.
Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan, anjurkan untuk makan rendah lemak dan protein
selama fase akut.
4.
Timbang berat badan pasien pada
interval yang tepat
5.
Anjurkan untuk makan sedikit
tapi sering dan disajikan selagi hangat.
6.
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan diet yang sesuai untuk pasien.
7.
Kolaborasi medis dalam
pemberian Total Parenteral Nutrition (TPN)
Dx 3 : Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik (hepatomegali)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan Nyeri dapat berkurang atau hilang.
NOC : Pain
level, Kriteria hasil
1.
Nyeri berkurang atau hilang
2.
Ekspresi nyeri lisan atau pada
wajah
3.
Kegelisahan atau keteganganotot
4.
Mempertahankan tingkat nyeri
pada skala 0-10
NIC : Penatalaksanaan
nyeri
1.
Lakukan pengkajian nyeri,
secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan, factor presipitasinya
2.
Observasi ketidaknymanan non
verbal
3.
Gunakan pendekatan yang positif
terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya
dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak
terburu-buru
4.
Kendalikan factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5.
Anjurkan pasien untuk istirahat
6.
Kolaborasi medis dalam
pemberian analgesic
Dx 4 : Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan adanya virus hepatitis ( pertahanan primer
tidak adekuat)
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi terhadap pasien
maupun orang lain.
NOC : Pengendalian
risiko, Kriteria hasil :
1.
Terbebas dari gejala an
tanda-tanda infeksi
2.
Menghindari pajanan terhadap
ancaman kesehatan
3.
Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko
4.
Menggambarkan factor yang
menunjang penularan infek
NIC : Pengendalian infeksi,
aktivitas keperawatan :
1.
Lakukan tindakan kewaspadaan
umum untuk mencegah penyebaran infeksi, lakukan tehnik isolasi dan batasi/awasi
pengunjung sesuai indikasi
2.
Gunakan teknik mencuci tangan
yang tepat untuk mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3.
Gunakan popok sekali pakai
superabsorbant untuk menampung feses.
4.
Usahakan untuk menjaga bayi
atau anak kecil untuk tidak meletakan tangannya atau benda-benda di area yang
terkontaminasi
5.
Jelaskan pada anak dan keluarga
tentang cara-cara umum penyebaran hepatitis D dan prosedur isolasi pada pasien
atau orang terdekat.
6.
Ajarkan anak dan keluarga
tindakan pengendalian infeksi.
7.
Kolaborasi medis dalam
pemberian obat sesuai indikasi (contoh: interferon alfa 2b, antibiotok gram
negative/bakteri aerob)
Dx 5 : Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan krisis situasi (anak yang sakit), kurang pengetahuan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan Pasien (keluarga) memahami tentang penyakit anak dan
pengobatannya dan mampu memberikan perawatan
NOC : Integritas
keluarga, kriteria hasil :
1.
Keluarga dapat berpartisipasi
dalam membuat keputusan berhungan dengan perawatan setelah rawat inap.
2.
Memahami penyakit anak dan
pengobatannya
3.
Saling memberikan dukungan pada
anak dari seluruh anggota keluarga.
NIC : Peningkatan
integritas keluarga, aktivitas keperawatan :
1.
Beri dukungan pada keluarga dan
fasilitasi komunikasi terbuka di antara anggota keluarga.
2.
Berikan pemahaman kepada
keluarga mengenai penyakit anak, pengobatan dan perawatannya dirumah
3.
Bantu keluarga untuk berfokus
pada anaknya dibandingkan dengan penyakit atau ketidakmampuannya.
4.
Berikan penguatan yang positif
terhadap pengguanaan mekanisme koping yang efektif
5.
Beritahukan kepada keluarga
tentang pemberian obat apapun tanpa persetujuan praktisi karena hati mungkin
tidak mampu mendetoksikasi obat secara keseluruhan.
Dx 6 : Intoleransi
Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami
kelemahan.
NOC : Konservasi
energi, kriteria hasil :
1.
Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR
2.
Mampu melakukan aktivitas
secara mandiri.
NIC : Management
Energi
1.
Tirah baring pada pasien dan
bantu segala aktivitas sehari-hari, atur periode istirahat dan aktivitas.
2.
Monitor terhadap tingkat
kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang berlebihan untuk menjaga hepatitic
Blood Flow
3.
Tingkatkan aktivitas sesuai
dengan toleransi
4.
Monitor kadar enzim serum untuk
mengkaji kemampuan aktivitas
5.
Monitor tanda-tanda vital dan
atur perubahan posisi.
6.
Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat.
- EVALUASI
Kriteria
|
Skala
|
|
Dx 1
|
4
4
4
|
1 : berat
2 : substansial
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada
ganguan
|
Dx 2
|
4
4
4
|
1 : tidak adekuat
2 : ringan
3 : sedang
4 : kuat
5 : adekuat total
|
Dx 3
|
4
5
4
5
|
1 : ekstrim
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
|
Dx 4
|
5
5
5
5
|
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang-kadang
4 : sering
5 : selalu
|
Dx 5
|
5
5
5
|
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 :
kadang-kadang
4 : sering
5 : selalu
|
Dx 6
|
4
4
|
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : kadang-kadang
4 : sering
5 : selalu
|
DAFTAR PUSTAKA
Akbar,N. 2000. Hepatitis
100 kali lebih menularkan dibanding HIV/ AIDS. Terdapat pada "http://suarakarya-online.com.Diakses"
Diakses Pada tanggal 20 Juni 2008.
Betz, Cecily L. 2002. Buku saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta
: EGC.
Corwin, Elizabeth.J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta
: EGC.
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 3 Volume 2
Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. Jakarta
:
Media
Aesculapius.
Mulyono,D. 2004. Bahaya
Hepatitis. Terdapat pada "http://www.rumahsakitmitra keluargagroup.htm.diakses"
pada tanggal 20 Juni 2008.
NANDA,2001.
Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2001-2001. Penerjemah
Mahasiswa PSIK-B UGM : Yogyakarta
.No Name. 2005. Waspadai
Serangan Hepatitis (online). Terdapat pada
http:/www.dinkesjatim.co.id.diakses pada tanggal 20 Juni 2008.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar